Wajah malam-malamku
seperti biasa, namun bagiku auranya sangat istimewa dan rupawan.
Aku tak pernah menunggu atau mencarinya,karena dia seperti kesepian kekasih yang tulus mempersembahkan kehangatan tubuhnya dan kemesraannya mewakili salam rindu lentera di batas desa.
Di ujung buritan bahtera zaman ini aku berada, bercengkrama dalam geladak pilu reruntuhan renta.
Malam selalu setia mengunjungiku dan membawakanku keranjang berisi air untuk kuminum dan kue beraneka rasa.
Merupakan hasil jerih payah tatkala dia menjelma menjadi pengembara yang berkulit legam penuh keringat bercucuran. Malam-malamku bagaikan gadis tetangga yang sangat pemalu.
Jika kesedihan membiusku, dia hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.
Ketika tawa meriahku membumbung tinggi ke angkasa,dia hanya menunduk, menyingkap rambutnya dan mengikatnya.
Sungguh anggun wujud malam-malamku, sentuhannya yang lugu melukiskan syarat Jonggrang dan mengukir hasrat Bondowoso.